Allah Mengetahui Sedang Kamu Tidak Mengetahui
Ayah masih ingat momen terberat itu. Hari dimana kamu dan adikmu dibawa pergi dari rumah kontrakan kita oleh Bundamu. Hari dimana Ayah tidak mencegah kepergianmu. Ayah pikir waktu itu belum menjadi keputusan final untuk berpisah. Namun disisi lain gambaran untuk berpisah dengan kalian sudah terbayang di depan mata. Bersamaan dengan air mata yang tak terbendung.
Tentu hari itu kalian juga bersedih. Kesedihan yang sama beratnya, atau bahkan lebih berat dari yang Ayah rasakan. Ayah minta maaf. Semoga Allah memberi waktu bagi kita untuk berbagi cerita kesedihan di hari itu, untuk kemudian mengambil hikmahnya. Bahwa perpisahan dan kesedihan adalah memang bagian dari kehidupan. Meskipun tetap berat, seiring kamu bertambah dewasa, insyaallah kamu akan mengerti nak.
Ayah masih ingat hari itu hari Jumat pagi. Ayah seharusnya berada di kantor, namun Ayah tak sanggup menangis di depan orang banyak. Jadi Ayah duduk sendiri di masjid, mencoba mencerna apa yang terjadi. Menelaah keputusan yang sedang dan akan diambil. Keputusan yang sungguh berat dan bisa mengubah jalan hidup. Keputusan untuk berpisah dengan Bundamu.
Hari itu seorang pria dewasa bersedih, menangis terisak-isak. Membayangkan konsekuensi dari keputusan yang akan diambilnya. Membayangkan tidak bisa bertemu kalian lagi setiap hari adalah hal yang amat sangat berat. Kamu dan adikmu sudah menjadi bagian yang sangat lekat dalam hidup Ayah. Kalian adalah permata hati Ayah, sahabat terbaik Ayah.
Namun mengapa keputusan itu tetap diambil? Mengapa Ayah tidak menahanmu untuk tidak pergi? Saat itu Ayah tidak bisa berpikir jernih. Ayah menganggap perpisahan dengan kalian hari itu bukanlah suatu hal yang sudah final. Namun tentunya tidak ada jawaban yang sederhana. Dan insyaallah kelak kita akan bercerita tentang hal itu jika kalian sudah cukup dewasa, semoga sedikit banyak kalian dapat mengerti.
Yang pasti hari itu menjadi satu hari yang gelap dan tak terlupakan, untuk Ayah dan juga untuk kalian. Membayangkan hari-hari bersama kalian, yang ceria dan berwarna. Layaknya berjalan di taman bunga di pagi hari. Tiba-tiba berubah menjadi hari-hari yang sepi, depresi. Seperti berada di tengah hutan di gelapnya malam. Hari itu ayah hanya bisa menangis. Dan refleks mengucap kalimat wallāhu ya’lamu wa antum lā ta’lamụn. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.
Ya, di hari itu Ayah benar-benar merasa tidak tahu. Tidak tahu mengapa Ayah mengambil keputusan ini. Tidak tahu mengapa Ayah membiarkan Bundamu membawa kalian pergi dari rumah. Tidak tahu akan seperti apa kedepannya. Tidak tahu mana yang terbaik. Tidak tahu hikmah apa yang didapat dari kejadian ini. Tidak tahu dan tidak tahu. Seolah Allah benar-benar ingin menegaskan ayat tersebut dalam diri Ayah. Bahwa Ayah tidak tahu apa-apa. Dan hanya Allah Yang Maha Mengetahui.
Saat ini hikmah dan pelajaran dari kejadian itu sudah perlahan dibuka oleh Allah, meski belum sepenuhnya. Tidaklah Allah menciptakan sesuatu yang sia-sia, tidaklah Allah mentakdirkan sesuatu yang tidak ada hikmah dan pelajarannya. Peristiwa itu memang berat untuk kita, namun yakinlah ada mutiara hikmah yang luar biasa berharga yang kelak akan Allah ungkap. Insyaallah. Percayalah, bukan kepada Ayah, tapi kepada Allah.
Dan sekali lagi ayah minta maaf atas momen di hari itu dan di hari-hari sesudahnya. Yang membuat kalian bersedih dan lebih berat dalam menjalani hidup. Semoga Allah perlahan membuka hikmah dan pelajaran dari kejadian ini. Semoga Allah mengampuni Ayah. Semoga Allah menjadikan kalian pribadi yang sabar dan bijaksana. Semoga kita kembali dipertemukan dan disatukan di dunia dan di akhirat dalam keadaan terbaik dan penuh kasih sayang.
Keputusan yang sudah diambil, takdir yang sudah terjadi memang sudah seharusnya terjadi.
Post Comment