Rezeki Anak Kucing
Ketika kita sudah tumbuh dewasa, kita merasa perlu bekerja untuk mendapatkan rezeki. Dalam hal ini anggaplah rezeki diartikan sebagai uang yang bisa kita gunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Untuk bekerja kita merasa perlu memiliki keahlian, pengalaman, dan pengetahuan. Untuk mendapatkan semua itu kita merasa perlu mengorbankan energi, waktu, dan pikiran. Begitu banyak prasyarat bagi kita untuk sekedar memperoleh uang.
Jika tak ada semua itu, jika kita tidak bekerja, kita merasa tidak layak mendapatkan uang. Apalagi dalam jumlah banyak. Di benak banyak dari kita sudah tertanam bahwa hanya dengan kerja keras rezeki dapat didapat. Bahwa perlu keahlian tingkat tinggi untuk mendapatkan uang banyak. Ada banyak prasyarat ini dan itu untuk sekedar mendapatkan harta.
Benarkah demikian? Kalau kita meyakini hal tersebut, maka bisa jadi benar dalam kenyataan. Karena hidup adalah apa yang kita yakini. Kalau kita menganggap mencari uang itu susah, maka bisa jadi jalan kesusahan itu yang harus kita tempuh. Jika kita berkeyakinan bahwa uang diberikan dengan mudah oleh Allah kepada siapa yang dikehendakiNya. Maka uang sangat mungkin bisa datang dengan mudah.
Bahkan jika manusia sudah mencapai tingkat kesadaran yang lebih tinggi, mencari uang, mengejar materi, itu adalah perbuatan yang konyol. Sekonyol mengejar bayangan sendiri. Uang, materi, dunia harusnya, layaknya, sejatinya diciptakan untuk melayani manusia. Jika hal itu belum terjadi dalam kehidupanmu, maka pastikan masih ada sesuatu yang salah dalam hidupmu.
Kesusahan hidup. Himpitan ekonomi. Ketidakbahagiaan. Kesedihan. Kegelisahan. Rasa takut. Semua itu adalah rambu-rambu bahwa ada yang salah dalam hidup kita. Bahwa ada yang perlu diperbaiki. Ada keyakinan, kebiasaan, perbuatan yang masih tidak selaras dengan semesta.
Lihat bagaimana seorang bayi mendapatkan rezekinya. Bahkan ia tak perlu berbuat apa-apa, tak perlu punya keahlian apa-apa, tak perlu berkorban waktu dan tenaga. Lihat seekor anak kucing. Bagaimana rezekinya senantiasa ada meskipun terlihat begitu lemahnya. Bagi Allah kita lebih tak berdaya dibanding seorang bayi, dan lebih lemah daripada anak kucing.
Usaha dan kerja tetap kita lakukan. Tetap dilakukan semaksimal mungkin. Tapi bukan untuk mencari uang dan harta. Lebih untuk mengekspresikan sifat dan kerja Ilahiah yang dititipkan di kehidupan yang sementara ini.
Post Comment