Jangan Sok Tahu
Ada seorang pria yang kehilangan kuda kesayangannya. Di suatu malam kuda itu tiba-tiba menerobos pagar dan kabur entah kemana. Tetangganya menghampiri dan berkata “Sayang sekali ya pak, saya turut berduka atas kehilangannya”. Si pria hanya tersenyum.
Beberapa hari kemudian kuda kesayangannya kembali. Dan ia tidak sendiri. Kuda itu membawa puluhan kuda lain ke peternakan pria itu. Si pria mendadak punya puluhan kuda. Tetangganya kembali menghampirinya dan berkata. “Selamat ya pak! Anda jadi orang kaya baru”. Si pria itu kembali tersenyum.
Seminggu kemudian, anak laki-laki si pria itu terjatuh dan terpental dari kuda. Ternyata kuda-kuda yang datang tempo hari adalah kuda yang masih liar. Akibatnya kaki sang anak patah. Lagi-lagi tetangganya datang dengan berkata, “Saya turut sedih, ternyata kuda-kuda itu membawa nasib buruk dalam hidup bapak”. Si pria tidak berkata apa-apa, kecuali melontarkan senyumnya.
Sebulan berlalu, ternyata negara mereka memutuskan berperang. Dan karena kekurangan personel militer, negara mewajibkan laki-laki muda yang sehat ikut wajib militer dan berangkat ke medan perang. Ketika tentara mendatang kampungnya untuk merekrut laki-laki muda untuk dijadikan tentara, atau lebih tepatnya dijadikan martir.
Karena anak si pria itu cacat dan tidak bisa berjalan. Maka lepaslah ia dari kewajiban masuk militer. Tak bosan-bosannya tetangganya berkomentar, “Wah, beruntung sekali bapak. Anak bapak tidak jadi dikirim ke medan perang”. Kali ini si pria tidak hanya tersenyum, tapi juga menjawab dengan santai. “Makanya pak! Jangan terlalu cepat menilai sesuatu”.
Cerita diatas senada dengan cerita legendaris dari Quran. Cerita tentang Nabi Khidir dan Nabi Musa. Ketika Nabi Khidir membunuh anak kecil, Nabi Musa protes kenapa Nabi Khidir membunuh anak tak berdosa? Bukankah itu perbuatan yang kejam dan jaha! Nabi Khidir hanya terdiam, karena telah diberi ilham atas hikmah dari kejadian yang diperbuatnya.
Begitu pun di Quran bertebaran banyak kisah yang senada. Ketika Nabi Ismail diperintah untuk disembelih. Ketika Nabi Adam diusir dari surga. Ketika Nabi Yusuf diceburkan ke sumur. Ketika Nabi Yunus ditelan ikan. Ketika Nabi Musa dikepung pasukan Firaun. Apakah itu semua buruk?
Jika dianalogikan sebagai film, hidup kita belumlah selesai. Masih ada kisah selanjutnya. Masih ada twist and turn. Yang tadinya terlihat tidak menguntungkan bisa jadi keberuntungan. Yang saat ini terlihat bahagia, bisa jadi menangis di adegan berikutnya. Si miskin bisa menjadi kaya, si kaya pun bisa jatuh miskin. Si miskin bisa bahagia, si kaya pun bisa menderita.
Mulai saat ini bersikap dewasalah dalam melihat dunia dan kehidupan. Tidak semua bisa dinilai dengan hitam dan putih. Kalau kamu melihat logo Yin dan Yang, logo itu tidak terbelah sempurna di tengah, akan tetapi saling berpelukan. Di dalam hitam ada putih, dan di dalam putih ada hitam. Jangan terlalu membenci sesuatu, dan sebaliknya jangan pula terlalu sayang terhadap sesuatu atau seseorang.
Pandanglah hidup seperti klise foto, yang saat ini terlihat gelap, ketika dicetak bisa jadi terang, dan sebaliknya. Sadarilah bahwa sudut pandang manusia itu terbatas, kita hanya bisa melihat yang ada saat ini dan yang ada di permukaan. Semua yang ada, hanyalah apa yang nampaknya saja. Di dalamnya, kita tidak tahu. Di masa mendatang, kita tidak tahu.
Tidak salah jika malaikat bertasbih ketika Allah menciptakan Adam dengan perkataan “Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain apa yang Engkau ajarkan kepada kami”. Dan kita diajarkan, melalui kisah-kisah para nabi, bahwa yang kelihatannya jahat, tidak baik, tidak menguntungkan, tidak selalu seperti itu didalamnya dan diakhirnya. Jangan terlalu cepat menilai.
Kalian melihat Ibrahim terbakar dalam kobaran api. Kalian mengaggap ia tersiksa dikepung panas membakar. Kalian tidak tahu bahwa Ibrahim sedang duduk nyaman, sejuk dan selamat dalam pelukan Ilahi.
Kalau malaikat saja mengakui bahwa mereka tidak mengatahui apa-apa, apalah kita sebagai manusia!
Post Comment